Program Bimas Islam, dari Mengurus Keluarga, Masjid, hingga Zakat-Wakaf

By Abdi Satria


nusakini.com-Sentul-Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam Kamaruddin Amin mengungkapkan, selain penguatan penceramah, lebih banyak program lain yang dilakukan Kementerian Agama untuk peningkatan kualitas umat. Seperti program terkait ketahanan keluarga, peningkatan kualitas masjid, hingga zakat dan wakaf.  

"Belakangan Kemenag banyak disorot terkait penguatan penceramah. Padahal, itu hanya sebagian kecil dari program yang kami lakukan. Lebih banyak program besar lain guna meningkatkan kualitas kehidupan beragama," ungkap Kamaruddin Amin, di Sentul, Jawa Barat, Senin (21/09) kemarin.

"Ada 200 juta lebih umat Islam yang saat ini menjadi subjek layanan Bimas Islam. Untuk itu, kami akan melakukan berbagai program untuk meningkatkan layanan, mulai dari ketahananan keluarga hingga masjid-masjid kita,"sambungnya. 

Pertama, Kamaruddin menuturkan Bimas Islam berfokus pada perbaikan kualitas keluarga di Indonesia. Ia memaparkan, saat ini, data menunjukkan dari dua juta perkawinan setiap tahunnya, 400 ribu di antaranya berakhir dengan perceraian. 

"Kondisi ini tentu memprihatinkan. Perbandingannya dari lima peristiwa perkawinan, satu berakhir dengan perceraian. Ini tentu sangat memprihatinkan," tutur Kamaruddin dalam Dialog Isu-isu Kebimasislaman dengan Praktisi Media.  

Untuk memitigasi perceraian di Indonesia, maka menurut Kamaruddin perlu penguatan pada lembaga penyelenggara perkawinan, yakni KUA dan perangkatnya.   

"Untuk KUA, kita akan melakukan perbaikan dari segi fisik hingga pengelolaan manajerial. Tahun ini, Kemenag akan merehab sekitar 1.700 KUA di Indonesia," imbuhnya.  

Selama ini menurut Kamaruddin, ada sekitar 6.000 KUA yang tersebar di Indonesia. Namun secara fisik, banyak KUA yang memiliki kantor tidak layak. "Bila kondisi kantornya tidak memadai, tidak berwibawa, lalu bagaimana akan memberikan pelayanan terbaik?" ungkap Kamaruddin.  

Kedua, masih sebagai ikhtiar penguatan ketahanan keluarga, Kemenag juga akan meningkatkan kapasitas penghulu. "Kualitas penghulu menentukan kualitas pelayanan Kemenag kepada masyarakat. Saat ini kita memiliki 8.000 penghulu," tuturnya.  

Kamaruddin menuturkan, penghulu idealnya bukan hanya bagus secara administrasi, tetapi juga mempunyai kompetensi aktualisasi intelektual. Penghulu menurutnya harus memiliki update pengetahuan tentang kondisi sosial.  

"Tidak sekedar hanya bisa membaca kitab kuning saja. Mereka juga perlu mengkombinasikan kapasitas akademis dan sosiologis. Karena mereka harus menjadi referensi, rujukan, dan sejumlah masalah masyarakat," tutur Kamaruddin.  

Hal serupa juga berlaku bagi para penyuluh agama islam yang saat ini berjumlah sekitar 50ribu orang. "Ini angka yang tidak besar jika dibandingkan dengan masyarakat yang harus dilayani. Maka peningkatan kemampuan akademis harus dilakukan," lanjut Kamaruddin. 

Ketiga, Kamaruddin juga menyampaikan concern Kemenag untuk meningkatkan literasi takmir masjid. Kamaruddin mengungkapkan rendahnya literasi beragama yang dimiliki oleh takmir atau pengurus masjid di Indonesia. 

Kamaruddin mengatakan terdapat hasil penelitian yang menyebutkan hal tersebut. Meski dirinya menyebut banyak pula takmir masjid yang memiliki pengetahuan agama yang mumpuni. "Literasi takmir kita itu juga rendah, literasi agamanya. Banyak yang bagus tapi banyak juga yang rendah. Ini tentu menjadi perhatian kita," jelas Kamaruddin.  

Keempat, Kamaruddin menuturkan peningkatan literasi juga akan dilakukan dalam pengelolaan zakat wakaf dan sedekah. "Bila literasi masyarakat kita baik tentang wakaf, ini tentu menjadi modal besar dalam peningkatan kesejahteraan bangsa," paparnya.  

Senada dengan Kamaruddin, Direktur Penyelenggaraan Zakat dan Wakaf Kemenag Tarmizi yang juga hadir sebagai narasumber mengungkapkan pihaknya terus menggenjot program peningkatan literasi. " Di masa pandemi ini, kami juga telah menggelar program literasi zakat dan wakaf, khususnya bagi para penyuluh kita," ungkap Tarmizi.  

Sementara terkait dengan pengembangan intelektual serta akademis tenaga fungsional di lingkungan Bimas Islam, seperti penyuluh dan penghulu, Kasubdit Dakwah dan Hari Besar Islam Lubenah mengungkapkan pihaknya mengelola Jurnal Bimas Islam.  

"Melalui jurnal yang saat ini telah menjadi OJS (Open Journal System), kami membuka ruang bagi tenaga fungsional seperti penyuluh dan penghulu untuk mengelaborasi pengetahuannya," tutur Lubenah.  

"Tulisan-tulisan ilmiah yang ada dalam jurnal ini kami harapkan juga menjadi sumber bagi dakwah yang dilakukan para penghulu dan penyuluh agama kita,"imbuhnya. (p/ab)